menu atas

Sabtu, 07 Januari 2017

Setahun Bekerja Pimpinan KPK Jilid IV Masih Miliki Utang Kasus

JAKARTA, GAWAT NEWS
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid IV telah bekerja selama satu tahun. Agus Rahardjo cs yang dilantik Presiden Joko Widodo pada 21 Desember 2015 terbilang cukup gencar menangkap para koruptor melalui operasi tangkap tangan (OTT).

Tercatat, setidaknya telah 16 kali, KPK menggelar OTT dalam satu tahun ini, termasuk menangkap mantan Ketua DPD Irman Gusman karena diduga menerima suap terkait rekomendasi distribusi gula impor.

Terakhir Tim Satgas KPK menangkap Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Sestama Bakamla), Eko Susilo Hadi yang diduga menerima suap dari Dirut PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Dharmawansyah untuk memuluskan proyek satelit monitor di Bakamla.

Di tengah prestasinya dalam menangkap koruptor, pimpinan KPK Jilid IV masih memiliki pekerjaan rumah berupa kasus-kasus yang menjadi warisan pimpinan KPK sebelumnya.

Belakangan ini, KPK cukup intensif mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP yang telah ditangani KPK sejak 2014 lalu. Namun, sejumlah kasus lama lainnya masih tak disentuh dan ditindaklanjuti Agus Rahardjo, Alexander Marwata, Laode M Syarief, Saut Situmorang dan Basaria Panjaitan.

Sebut saja kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II yang telah menjerat mantan Dirut PT Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino dan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Provinsi Banten yang menjerat mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.

Di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo cs, KPK baru sekali memeriksa RJ Lino yang telah berstatus tersangka sejak akhir tahun lalu, sementara Ratu Atut yang telah menyandang status tersangka sejak tiga tahun lalu belum pernah diperiksa kembali.

Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua menyatakan, pimpinan KPK saat ini dinilai lemah dalam mengelola organisasi KPK. Dikatakan, dalam manajemen modern dikenal asas kontinuitas. Padahal, suatu perjuangan, termasuk perjuangan pemberantasan korupsi dinilai berhasil jika berkelanjutan. "Dalam manajemen modern, dikenal asas kontinuitas di mana suatu perjuangan yang berhasil dimulai dari planning lalu organizing, actuating, controlling, evaluating, dan kontinuitas. Di sinilah kelemahan kepemimpinan komisioner sekarang," kata Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (22/12).

Abdullah menduga kelemahan atas asas kontinuitas ini disebabkan lantaran persepsi impinan KPK yang seluruhnya orang baru sehingga kinerjanya mulai dari nol. Demikian juga dengan jabatan-jabatan strategis di bidang penindakan seperti Deputi Penindakan dan Direktur Penyidik yang diisi orang-orang baru. Kondisi ini membuat pimpinan dan pejabat tersebut tak terbiasa dengan SOP, kode etik, dan budaya kerja di KPK. "Semua komisioner adalah orang baru, maka mereka seakan-akan harus mulai dari nol. Demikian pula halnya dengan Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan adalah orang baru apalagi berasal dari luar sehingga tidak terbiasa dengan SOP, kode etik, dan budaya kerja yang sama sekali berbeda dengan yang ada di instansi mereka sebelum nya," paparnya.

Kondisi ini, kata Abdullah diperparah dengan tidak adanya penasihat KPK yang sudan lama kosong. Akibatnya, tidak ada orang yang dapat menasihati dan mengingatkan pimpinan KPK jika kinerjanya tidak sesuai dengan SOP, kode etik, dan budaya kerja di KPK. "Celakanya, sekian lama jabatan penasihat kosong sehingga tidak ada orang yang bisa menasihati bahkan memarahi komisioner atau pejabat yg tidak ikut SOP, kode etik dan budaya kerja yang ada di KPK," tegasnya.

Tanpa adanya penasihat, Abdullah meminta masyarakat dan pegiat antikorupsi untuk terus mengawasi kinerja KPK. Termasuk untuk menindaklanjuti kasus-kasus lama yang menjadi pekerjaan rumah pimpinan KPK saat ini. "Tugas masyarakat, khususnya wartawan dan LSM penggiat antikorupsi untuk mengawasi dan mengingatkan KPK agar tetap berjalan di atas koridor yang ada termasuk tidak mempetieskan kasus yang menjadi perhatian publik," jelasnya.

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengakui pihaknya masih terdapat sejumlah kasus yang menjadi utang dan harus diselesaikan. Selain kasus e-KTP yang saat ini pengusutannya sedang digencarkan, terdapat kasus-kasus lain yang belum tersentuh. "Ya, ya. Di luar itu (kasus e-KTP) bahkan ada itu kasus-kasus ada beberapa yang tertinggal, ketinggalan," ungkap Saut di kantornya, Jakarta.

Saut berjanji, pihaknya bakal mempercepat penanganan kasus-kasus tersebut. Untuk itu, saat ini, kasus-kasus yang menjadi pekerjaan rumah tersebut sedang diinventarisasi dan dikaji kembali. "Kami sedang inventarisasi, detail-detailnya sudah ada. nanti bagaimana kita bisa mempercepat itu," kata Saut.

Selain menuntaskan kasus yang menjadi PR, Saut berjanji, KPK akan meningkatkan inovasi-inovasi dalam upaya pemberantasan korupsi. Meski demikian, Saut masih enggan inovasi-inovasi yang tengah digodok tersebut. "Tadi kami rapat, mulai dari kemarin kami rapat mengevaluasi setahun kami melakukan apa, akan banyak inovasi-inovasi. Ada banyak detail yang harus kita lakukan," katanya.

Tak hanya di bidang pencegahan, Saut menyatakan, pihaknya juga sedang menyiapkan inovasi di bidang penindakan. Dengan inovasi-inovasi ini, Saut berharap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dapat semakin baik di tahun mendatang. "Mudah-mudahan apa yang kami evaluasi setahun ke belakang, semoga KPK lebih berani tahun depan, lebih integratif, lebih inovatif, lebih koordinatif. Sehingga libido korupsi bisa ditekan. Karena belum ada yang berubah nih," harapnya. (red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar